Jurpal, Palembang : Pengamat Sosial dan Politik Sumsel Bagindo Togar memprediksi masyarakat kota Palembang akan skeptis dan pesimis terhadap para paslon bakal Walikota dan Walikota Palembang yang bakal berkotestasi.
Pasalnya, gagasan dari program kerja lima tahun kedepan yang ditawarkan kepada publik dianggap nyaris tanpa unsur inovasi dan terobosan alias “jadul”.
Bagindo mencontohkan program kerja yang dimaksud diantaranya, soal mengatasi banjir, kemacetan, sampah, pemberdayaan UMKM, air bersih dan pendidikan.
Menurutnya, tanpa Paslon pun, birokrasi sebagai mesin lembaga pemerintahan akan selalu begerak dan bekerja untuk melaksanakannya.
“Program pembangunan yang sudah tak layak alias jadul digaungkan selama ini seperti soal macet, banjir sampah. Sebab itu ranah dan tugas utama para pejabat serta pegawai OPD. Tanpa Paslon kepala daerah, birokrasi akan selalu bekerja untuk melaksanakannya,” kata Mantan Ketua IKA Fisip Unsri tersebut, Sabtu (31/8/2024).
Dikatakannya, sebagai ibu kota Provinsi, Palembang dengan segala kompleksitasnya, membutuhkan sosok pemimpin daerah yang mampu menempatkan kualitas pembangunan program infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM) yang tumbuh dan berkembang, kompetitif dan modern seperti ibu kota Provinsi lainnya di Indonesia.
Sayangnya, kata Bagindo, mereka (para Paslon) hingga saat ini tak ada satupun yang mampu menyusun dan mempublikasikannya kepada konstituen di Kota ini.
“Relatif masih larut mengendros personifikasi mereka serta program kerja yang jadul,” ujarnya.
Lebih jauh Bagindo mengatakan , para Paslon Walikota Palembang, kompetensinya dinilai belum layak untuk mempimpin kota Palembang sebagai ibukota Provinsi yang cukup luas dan strategis posisi geografisnya serta Sumber Daya Alam (SDA).
Padahal kota Palembang kedepan harus menjadi perkotaan masa depan yang modern, smart, terbuka dan partisipatif.
“Bila deskripsi diatas menjadi preferensi, maka sepertinya publik kota ini menjadi skeptis dan pesimis bila Paslon Walikota terpilih nanti dari tiga Paslon Walikota yang kelak berkotestasi,” lanjutnya.
Pilwako Palembang Harusnya Tak Hanya Tiga Paslon
Bagindo menilai Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang seyogyanya tidak hanya diikuti oleh tiga Paslon, yaitu Yudha-Bahar, Fitri-Nandri dan Ratu-Prisma.
Sebab, sebelumnya terbuka lebar peluang untuk lima Paslon bila mengacu pada komposisi perolehan kursi Partai Politik di parlemen dan juga dampak dari keputus MK terbaru.
“Misalnya Golkar, Gerindra dan PDIP yang sepantasnya mendorong dan mengutamakan pimpinannya di tingkat Kota. Tapi malah bersepakat mendukung dan menetapkan Ratu Dewa yang merupakan non kader dan non politisi alias ASN tulen,” katanya.
Sementara unsur elite Golkar dan PDIP hanya diposisikan sebagai pengusung alias penonton semata.
Kemudian parpol non parlemen juga dinilai tak berdaya untuk mendorong calonnya, padahal peluang itu masih ada.
Padahal bila beberapa ketua Parpol tersebut menyadari peran dan tanggungjawab sebagai pimpinan parpol, katanya, maka seharusnya dapat maju dalam Pilwako Palembang.
“Bukankah Kota yang berpenduduk sekitar 1,8 juta jiwa dengan DPT nya 1,25 juta jiwa yang tersebar di 18 Kecamatan dan APBD mencapai Rp4,9 triliun, butuh pemimpin yang juga teruji secara politik, dimana sejatinya kepada daerah itu adalah jabatan politik bukan birokrasi,”tambahnya.
Disisi lain, Bagindo juga menyoroti soal hasil survei yang diklaim sebagai patokan tingginya elektabilitas suatu calon. Menurutnya, hal itu hanya upaya mengkondisikan opini tingginya elektabilitas sang calon Walikota secara algoritma sebagai alasan rasional dalam menetapkannya.
“Padahal kan itu survei elektabilitas dilakukan pada waktu yang tidak tepat atau tergolong masih lama dari jadwal Pilkada. Artinya validitasnya masih diragukan,” tutupnya.