Jurpal, Palembang : Pedagang pasar 16 Ilir Kota Palembang membantah bila Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) yang mereka miliki telah kedaluwarsa seperti yang diungkapkan oleh PT BCR belakangan ini.
Kuasa hukum Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS) Pasar 16 Ilir, Edy Siswanto mengatakan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) yang dimiliki pedagang tidak terikat dengan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB).
“Yang diungkapkan belakang ini kalau SHMSRS sudah berakhir tahun 2016, itu kan HGB nya bukan SHMSRS. Karena SHMSRS milik pedagang itu terpisah dengan HBG. Itu dua hak yang terpisah,” kata Edy di RRI Palembang, Rabu (4/9/2024) petang.
Edy merujuk pada pasal 46 dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Dalam pasal itu berbunyi : “Sertifikat kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama,benda bersama, dan tanah bersama”
“Hukumnya jelas, ini SHMSRS tidak ada otomatis habis masanya berlakunya seperti yang diungkapkan, itu hanya tafsir,” ujarnya.
Ia meminta pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa ini, untuk dapat menunjukkan secara jelas landasan hukum yang menyatakan bila SHMSRS pedagang telah berakhir mengikuti masa HGB yang juga berakhir, sehingga pedagang dapat disebut tak memiliki hak lagi atas kios-kios mereka.
“Yang bukan tafsir itu, ada tulisan bahwa berdasarkan pasal sekian, ayat sekian, undang-undang apapun itu misalnya atau Peraturan Pemerintah tertentu kalau SHMSRS memiliki batas waktu, mengikuti batas Waktu HGB, itu tidak ada. Di sertifikat buku hak milik juga tidak ada. Yang ada batas waktunya itu ya HGB,” jelasnya.
Menurut Edy, berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria, hak milik itu merupakan hak yang sempurna. Artinya tidak dibatasi oleh waktu. Sedangkan hak yang dibatasi waktu seperti diantaranya Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai dan Hak Guna Sewa.
“Seperti dikatakan kuasa hukum PT BCR, karena SHM ini didasarkan atas perjanjian Perumda Pasar dan PT Prabu Makmur saat itu, maka otomatis SHMSRS nya selesai, itu tafsir. Landasan hukum yang menyatakan secara jelasnya mana,” kata Edy, menambahkan.
Meskipun pemegang SHGB telah berganti dan kini Pemerintah Kota menujuk PT BCR sebagai pengelola, maka perjanjian Kerjasa Sama Operasional (KSO) antara pemerintah melalui Perumda Pasar dengan PT BCR saat ini tidak serta merta menghilangkan hak para pedagang pasar 16 ilir yang juga memegang SHMSRS.
“Tidak boleh perjanjian itu menghilangkan hak orang lain. Tidak boleh mengikat pedagang. Otomatis SHMSRS berakhir karena HGB nya berakhir, tidak ada aturannya itu,” tegasnya.
Selain itu, di dalam pasal 51 UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun juga disebutkan jika ada perubahan fungsi dari suatu bangunan atau gedung, maka negara wajib menjamin sertifikat hak kepemilikan.
“Andaikan gedung itu berubah fungsi atau dirobohkan, maka mereka (pedagang) harus dapat ganti rugi,” ucapnya.
Edy menambahkan ada upaya yang seakan menggiring opini jika para pedagang sudah tak memiliki hak lagi atas kios-kios mereka yang mengharuskan mereka keluar dari gedung pasar 16 ilir sembari dilakukan revitalisasi untuk kemudian masuk lagi namun harus dengan membeli.
“Ini kan tidak masuk akal. Pedagang punya SHMSRS, suatu hak kepemilikan yang sah. Disuruh relokasi yang sebenarnya itu kamuflase saja. Nanti masuk lagi, tapi harus bayar. Lah, ini apa namanya, sudah tidak masuk akal kan,” lanjut Edy.
Edy juga merunutkan bagaimana perjalanan pedagang di gedung pasar 16 Ilir sampai memiliki kios dengan SHMSRS.
PT Prabu Makmur selaku pihak yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Palembang pada masa itu diberikan Hak Guna Bangunan sebagai pengelola.
Awalnya sistemnya adalah sewa namun saat itu tidak ada pedagang yang mau, sehingga muncul aspirasi mereka mau berdagang di gedung itu asal sistemnya jual beli, menyusul sudah terbit Undang-Undang terkait rumah susun saat itu dan dimungkinkan untuk dilakukan jual beli kios.
“Maka, PT Prabu Makmur melakukan adendum dengan pemerintah jadi tidak lagi HGB yang diberikan hak, tapi juga SHMSRS,” ungkap Edy.
Kemudian, PT Prabu Makmur mencetak SHMSRS sejumlah kios yang akan dijualkan, sehingga pedagang dapat membeli kios kepada PT Prabu Makmur melalui notaris.
“Nah pedagang membeli kios ke notaris, dibuatkanlah akte jual beli. Setelah akte jual beli, kan ganti nama, PT Prabu Makmur selaku pemegang hak dicoret, diganti nama-nama pedagang,” tutupnya.